TNKS Muratara Terancam Punah: Aktivis Desak APH Tangkap Oknum Perusak Hutan yang Diduga Dibekingi Aparat

MURATARA — Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), yang ditetapkan melalui SK Menteri Kehutanan No. 192/Kpts-II/1996 dengan luas mencapai 1.386.000 hektare, kini menghadapi ancaman serius di wilayah Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), Sumatera Selatan.

‎TNKS membentang di empat provinsi — Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Sumatera Barat — dan sejak tahun 2004 telah diakui UNESCO sebagai Warisan Dunia. Namun, di wilayah Muratara, ratusan ribu hektare kawasan TNKS dilaporkan telah rusak akibat aktivitas pembalakan liar (illegal logging).

‎Kondisi ini memicu keprihatinan sejumlah tokoh pemuda dan aktivis lingkungan yang menuntut Aparat Penegak Hukum (APH) segera turun tangan menindak tegas para pelaku.

‎“Menjaga lingkungan Ulu Rawas dan Karang Jaya bukan hanya menjaga TNKS, tapi juga memelihara jejak peradaban manusia di Sumatera,” ujar Wawan, tokoh pemuda Muratara, Jumat (10/10/2025) di Muara Rupit.

‎“Kami mendesak pihak kepolisian dan kejaksaan segera menindaklanjuti kasus ini. Tangkap semua oknum yang terlibat perusakan hutan sebelum semuanya terlambat,” tegasnya.

‎Di tempat yang sama, Frengky, seorang aktivis lingkungan, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengantongi nama-nama yang diduga terlibat dalam aktivitas illegal logging.

‎“Oknum perusakan hutan di wilayah TNKS Ulu Rawas berinisial HF dan AR, diduga dibekingi oleh oknum polisi hutan berinisial A dan I. Sementara di wilayah TNKS Karang Jaya, ada AR, anak dari HF, yang bekerja sama dengan oknum Polhut UPTD KPH Wilayah XIV Rawas,” ujarnya.

‎Sementara itu, Wildan Hakim, S.H., pemerhati hukum lingkungan, menegaskan bahwa kerja sama antara pelaku perusakan hutan dengan aparat negara merupakan kejahatan berat.

‎“Jika seorang pengusaha atau pelaku pembalakan liar bekerja sama dengan oknum Polisi Hutan/SPH untuk meloloskan kayu ilegal dari kawasan TNKS, atau mengatur patroli agar aktivitas ilegal tidak terganggu, maka mereka dapat dijerat hukum secara tegas,” tegasnya.

‎Wildan menjelaskan, para pelaku dapat dikenakan sanksi pidana sesuai:

‎Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya,

‎serta Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, sebagaimana diubah dengan UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, jo Pasal 55 KUHP.

‎Sedangkan bagi aparat negara yang terlibat, dapat dijerat dengan UU P3H, UU Tipikor, serta Pasal 55 dan 421 KUHP karena menyalahgunakan kewenangan dan melindungi tindak pidana.

‎Aktivis mendesak agar APH bertindak cepat sebelum TNKS di Muratara lenyap, dan memastikan proses hukum dilakukan secara transparan dan berkeadilan. (Rilis). 

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال